Jika dia bukan jodohku, Ya Allah...
Pudarkanlah keindahan wajahnya dari pandanganku
Aku tak ingin mencintai orang yang salah, sungguh
Walaupun melupakannya sangat menyakitkan
Aku berusaha untuk sanggup
Gugurkanlah satu-persatu dengan perlahan semua kenangan yang senantiasa melekat erat dalam ingatanku Karena jika semuanya terhapus dalam waktu sekejap, aku takut itu akan menyiksa diriku sendiri.
Jika dia bukan jodohku, Ya Allah...
Bantulah aku untuk mencabut perasaan tak biasa ini dari hatiku
Aku akan merasa bersalah dan mengutukuki diri jika dia yang kini bersemayam anggun di hatiku bukanlah qawwamku
Aku sadar itu tidaklah mudah karena akarnya terlanjur membumi di hatiku
Tapi, demi keridhoan-Mu, apa yang tidak akan aku lakukan?
Jika dia bukan jodohku, Ya Allah...
Kumohon, jangan hadirkan sosoknya lagi dalam mimpi-mimpi malamku
Karena itu hanya membuatku semakin berandai-andai dan lalai dari mengingat-Mu
Jika dia bukan jodohku, Ya Allah...
Jauhkanlah, sejauh yang aku butuhkan untuk menjadikan namanya terdengar biasa saja di pendengaranku karena Sungguh, atas perasaan ini aku tak mampu tenang bila mendengar namanya.
Jika dia bukan jodohku, Ya Allah...
Jauhkanlah, sejauh yang aku butuhkan untuk menjadikan wajahnya terlihat biasa saja bagi netraku
Karena sungguh atas perasaan ini hatiku tak bisa bergetar wajar bila memandang wajahnya.
AMIN.
Minggu, 08 Desember 2013
Mungkin, aku terlalu berharap banyak
Rasanya semua terjadi begitu cepat, kita berkenalan
lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh. Setiap hari rasanya berbeda dan
tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan
putih menjadi lebih berwarna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di
hatiku. Tak ada percakapan yang biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib
dan luar biasa. Entahlah, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.
lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh. Setiap hari rasanya berbeda dan
tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan
putih menjadi lebih berwarna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di
hatiku. Tak ada percakapan yang biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib
dan luar biasa. Entahlah, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.
Aku menjadi takut kehilangan kamu. Siksaan datang bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku. Kamu seperti mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti sedikitpun. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara. Napasku akan tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah jika kamu selalu kunomorsatukan?
Tapi... entah mengapa sikapmu tidak seperti sikapku. Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak setajam tatapan mataku. Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu tak merasakan yang juga aku rasakan?
Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu, dan kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku siapa? Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur, apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?
Janjimu terlalu banyak, hingga aku lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti, tapi kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu. Pandanglah aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau hempaskan dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan – juga kautinggalkan?
Apakah aku tak berharga di matamu? Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut aturanmu? Di mana letak hatimu?! Aku tak bisa bicara banyak, juga tak ingin mengutarakan semua yang terlanjur terjadi. Aku tak berhak berbicara tentang cinta, jika kauterus tulikan telinga. Aku tak mungkin bisa berkata rindu, jika berkali-kali kauciptakan jarak yang semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu dan membawa namamu dalam percakapan panjangku dengan Tuhan.
Sadarkah jemarimu selalu lukai hatiku? Ingatkah perkataanmu selalu menghancurleburkan mimpi-mimpiku? Apakah aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlau banyak pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintaimu yang belum tentu mencintaiku. Aku mengagumimu yang belum tentu paham dengan rasa kagumku.
Aku bukan siapa-siapa di matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa. Sebenarnya, aku juga ingin tahu, di manakah kauletakkan hatiku yang selama ini kuberikan padamu. Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa penasaranku. Siapakah seseorang yang telah beruntung karena memiliki hatimu?
Mungkin... semua memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai keinginanku. Yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika perasaanku bertumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya sebagi teman, tapi juga sebagai seseorang yang bergitu bernilai dalam hidupku.
Namun, semua jauh dari harapku selama ini. Mungkin, memang aku yang terlalu berharap terlalu banyak. Akulah yang tak menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu yang sengguh jauh dari genggaman tangan. Akulah yang bodoh. Akulah yang bersalah!
Tenanglah, tak perlu memerhatikanku lagi. Aku terbiasa tersakiti kok, terutama jika sebabnya kamu. Tidak perlu basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak sadar, aku berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu.
Menjauhlah. Aku ingin dekat-dekat dengan kesepian saja, di sana lukaku terobati, di sana tak kutemui orang sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata sayang dengan gampangnya.
dari seseorang yang kehabisan cara
membuktikan rasa cintanya
Tapi... entah mengapa sikapmu tidak seperti sikapku. Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak setajam tatapan mataku. Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu tak merasakan yang juga aku rasakan?
Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu, dan kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku siapa? Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur, apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?
Janjimu terlalu banyak, hingga aku lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti, tapi kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu. Pandanglah aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau hempaskan dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan – juga kautinggalkan?
Apakah aku tak berharga di matamu? Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut aturanmu? Di mana letak hatimu?! Aku tak bisa bicara banyak, juga tak ingin mengutarakan semua yang terlanjur terjadi. Aku tak berhak berbicara tentang cinta, jika kauterus tulikan telinga. Aku tak mungkin bisa berkata rindu, jika berkali-kali kauciptakan jarak yang semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu dan membawa namamu dalam percakapan panjangku dengan Tuhan.
Sadarkah jemarimu selalu lukai hatiku? Ingatkah perkataanmu selalu menghancurleburkan mimpi-mimpiku? Apakah aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlau banyak pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintaimu yang belum tentu mencintaiku. Aku mengagumimu yang belum tentu paham dengan rasa kagumku.
Aku bukan siapa-siapa di matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa. Sebenarnya, aku juga ingin tahu, di manakah kauletakkan hatiku yang selama ini kuberikan padamu. Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa penasaranku. Siapakah seseorang yang telah beruntung karena memiliki hatimu?
Mungkin... semua memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai keinginanku. Yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika perasaanku bertumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya sebagi teman, tapi juga sebagai seseorang yang bergitu bernilai dalam hidupku.
Namun, semua jauh dari harapku selama ini. Mungkin, memang aku yang terlalu berharap terlalu banyak. Akulah yang tak menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu yang sengguh jauh dari genggaman tangan. Akulah yang bodoh. Akulah yang bersalah!
Tenanglah, tak perlu memerhatikanku lagi. Aku terbiasa tersakiti kok, terutama jika sebabnya kamu. Tidak perlu basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak sadar, aku berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu.
Menjauhlah. Aku ingin dekat-dekat dengan kesepian saja, di sana lukaku terobati, di sana tak kutemui orang sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata sayang dengan gampangnya.
dari seseorang yang kehabisan cara
membuktikan rasa cintanya
Aku Ingin Memelukmu :')
Aku ingin memelukmu
Walau rengkuhan jarak itu tak pernah mengizinkan kita bertemu
Aku ingin memelukmu
Walau jemari kita belum saling menggenggam sampai detik ini
Aku ingin memelukmu
Walau kita belum saling tahu dan bertemu
Aku ingin memelukmu
Walau tinggi badanmu jauh diatasku
Aku ingin memelukmu
Saat kamu kelelahan menjalani riuhnya aktivitas
Saat kamu rapuh dan menangis
Saat kamu merasa bahwa dunia terlalu keras untuk kaujalani sendiri
Saat kamu mengira tak seorangpun yang peduli pada perasaanmu
Aku ingin memelukmu
Saat pertama kali aku membuka mata dari tidur lelapku
Saat hanya kamu yang kulihat dibangun pagi hariku
Aku ingin memelukmu
Di bawah hangatnya sinar mentari pagi
Di bawah teriknya surya yang meradang garang
Di bawah redupnya matahari kala senja
Di bawah sinar rembulan dengan hiasan bintangdi langitnya
Aku ingin memelukmu
Saat angin dengan nakalnya menggelitikmu dan meniup lembut rambutmu
Aku ingin memelukmu
Walau jemari kita belum saling menggenggam sampai detik ini
Aku ingin memelukmu
Walau kita belum saling tahu dan bertemu
Aku ingin memelukmu
Walau tinggi badanmu jauh diatasku
Aku ingin memelukmu
Saat kamu kelelahan menjalani riuhnya aktivitas
Saat kamu rapuh dan menangis
Saat kamu merasa bahwa dunia terlalu keras untuk kaujalani sendiri
Saat kamu mengira tak seorangpun yang peduli pada perasaanmu
Aku ingin memelukmu
Saat pertama kali aku membuka mata dari tidur lelapku
Saat hanya kamu yang kulihat dibangun pagi hariku
Aku ingin memelukmu
Di bawah hangatnya sinar mentari pagi
Di bawah teriknya surya yang meradang garang
Di bawah redupnya matahari kala senja
Di bawah sinar rembulan dengan hiasan bintangdi langitnya
Aku ingin memelukmu
Saat angin dengan nakalnya menggelitikmu dan meniup lembut rambutmu
Aku ingin memelukmu
Saat rindu mengganggu laju kerja otak dan hatimu
Aku ingin memelukmu
Saat langit sedang menenun benang-benang hujan
Lalu kita saling berpeluk dibawah deras rindunya
Hanya berpayung rambut basah dengan balutan senyum bahagia
Sungguh, aku mencintaimu
Aku ingin memelukmu, sampai Tuhan memeluk kita
Saat rindu mengganggu laju kerja otak dan hatimu
Aku ingin memelukmu
Saat langit sedang menenun benang-benang hujan
Lalu kita saling berpeluk dibawah deras rindunya
Hanya berpayung rambut basah dengan balutan senyum bahagia
Sungguh, aku mencintaimu
Aku ingin memelukmu, sampai Tuhan memeluk kita
Ka Dwitasari
Semua yang Kusebut Kamu!
Semua yang kusebut kamu
adalah langit yang membuai riuh dalam keramaian
Semua yang kusebut kamu
adalah sapa lembut dewi matahari yang meluluhkan kepedihan
Semua yang kusebut kamu
adalah cahaya yang menelusup lewat jendela kamarku
Semua yang kusebut kamu adalah rayu
Tempat kita memejamkan mata sejenak
dari lelahnya kenyataan
Sepotong sepi yang memayungi
Memecah identitas yang tersembunyi
Kauarahkan sayapku ke sana ke mari
Menyentuh tatap yang tak pernah kutemui
Tak ada ragu bagimu
karena cinta telah menyerah pada pengasingannya
Belati yang tersembunyi
Menjawab tanya yang menggerogoti
Bunuh aku dengan rindu yang selalu ingin kausudahi!
Semua yang kusebut kamu
adalah angan yang tak mampu menyentuh bibir kenyataan
Semua yang kusebut kamu
adalah tawa di balik pelupuk air mata
Semua yang kusebut kamu
adalah kita
yang tetap saja berbeda
Semua yang kusebut kamu
adalah sapa lembut dewi matahari yang meluluhkan kepedihan
Semua yang kusebut kamu
adalah cahaya yang menelusup lewat jendela kamarku
Semua yang kusebut kamu adalah rayu
Tempat kita memejamkan mata sejenak
dari lelahnya kenyataan
Sepotong sepi yang memayungi
Memecah identitas yang tersembunyi
Kauarahkan sayapku ke sana ke mari
Menyentuh tatap yang tak pernah kutemui
Tak ada ragu bagimu
karena cinta telah menyerah pada pengasingannya
Belati yang tersembunyi
Menjawab tanya yang menggerogoti
Bunuh aku dengan rindu yang selalu ingin kausudahi!
Semua yang kusebut kamu
adalah angan yang tak mampu menyentuh bibir kenyataan
Semua yang kusebut kamu
adalah tawa di balik pelupuk air mata
Semua yang kusebut kamu
adalah kita
yang tetap saja berbeda
Ka Dwitasari
Merindukanmu dalam Sepi
Hujan menari-nari perlahanmenggelitik gemas pepohonan
Dan angin mendesah
Tubuhku menggigil
Langit semakin cemas
Ia terus-menerus menangis
Sementara langkahmu semakin menjauh
Saat tubuhku yang kedinginan sempat kau hangatkan dengan jemarimu
Demikian sosokmu terasa lenyap
Ketika labirin kosong di hatiku
mulai terisi olehmu
Janji yang terucap
Seakan-akan menguap
Cinta yang dulu mengendap
Berembus menjadi uap
Kini...
Aku hanya bisa
diam-diam merindukanmu dalam sepi
Aku sangat kenal bahasa rindu
Namun kamu selalu saja tak tahu
Dulu penyebab tawa
Kini jadi terdakwa!
Dan...
Kaupergi ketika semua sudah tertata rapi
Ketika peran mimpi dan nyata mulai berganti
Dan angin mendesah
Tubuhku menggigil
Langit semakin cemas
Ia terus-menerus menangis
Sementara langkahmu semakin menjauh
Saat tubuhku yang kedinginan sempat kau hangatkan dengan jemarimu
Demikian sosokmu terasa lenyap
Ketika labirin kosong di hatiku
mulai terisi olehmu
Janji yang terucap
Seakan-akan menguap
Cinta yang dulu mengendap
Berembus menjadi uap
Kini...
Aku hanya bisa
diam-diam merindukanmu dalam sepi
Aku sangat kenal bahasa rindu
Namun kamu selalu saja tak tahu
Dulu penyebab tawa
Kini jadi terdakwa!
Dan...
Kaupergi ketika semua sudah tertata rapi
Ketika peran mimpi dan nyata mulai berganti
Ka Dwitasari
Langganan:
Postingan (Atom)